Beberapa hari yang lalu, saya berada di Surabaya.
Berada di antara orang-orang yang berlogat jawatimuran membuat saya semakin merasakan alangkah beragamnya bahasa yang dipunyai negeri ini. Disana, tepatnya di universitas islam di Sby, saya menyempatkan diri berjalan menyusuri lorong tempat dimana mahasiswa melakukan transaksi per-kertasan, penjilidan, perfotokopian, dll.
mari kita lihat,contohnya seperti ini;
"mene ae yo cak di jupuk"
"apane?"
"yo iku terjemahane"
"gak iso, rodok awan piye?"
well,saya tersenyum2 sendiri,
seakan dlm bagian otak saya sudah tergelar papan yg tergambar dua kolom, disisis kiri dialek khas jawatimuran, sedangkan di sisi kanan logat medhok jogjakarta-an.
"sesuk kepiye di jikek"
"ngopo'e?"
"kuwi terjemahane dab"
"ra iso, awan2 sithek gelem po?"
Berada di antara orang-orang yang berlogat jawatimuran membuat saya semakin merasakan alangkah beragamnya bahasa yang dipunyai negeri ini. Disana, tepatnya di universitas islam di Sby, saya menyempatkan diri berjalan menyusuri lorong tempat dimana mahasiswa melakukan transaksi per-kertasan, penjilidan, perfotokopian, dll.
mari kita lihat,contohnya seperti ini;
"mene ae yo cak di jupuk"
"apane?"
"yo iku terjemahane"
"gak iso, rodok awan piye?"
well,saya tersenyum2 sendiri,
seakan dlm bagian otak saya sudah tergelar papan yg tergambar dua kolom, disisis kiri dialek khas jawatimuran, sedangkan di sisi kanan logat medhok jogjakarta-an.
"sesuk kepiye di jikek"
"ngopo'e?"
"kuwi terjemahane dab"
"ra iso, awan2 sithek gelem po?"
Dulu, tahun pertama kuliah d jogja, saya sempat tercengang ketika hrs dg cpt melebur ke budaya jogja-
dan meninggalkan logat khas saya "iyo ta rek?". Karena mrk dibuat tertawa dg logat saya tsb. Dalam hati,
justru saya yg tertawa dan terasa asing dg bahasa org jogja yg sopan, lembut, gemulai, seperti tak ada duri. Bahkan saya harus menunggu sepersekian detik untuk memahami arti pembicaraan saya dg teman2 yg asli dr jogja. kelihatannya tak rumit, tapi njlimet. hahaha...podo ae.
seperti kata penegasan "po" dengan "ta", keduanya memiliki arti yg sama di akhir kalimat tanya.
saya pikir "po" itu sama dengan "po'o?" yang juga berfungsi sebagai penekanan yang artinya "ya begitu itu".
"ono opo" dengan "ngopo?" yang artinya ada apa. "njelehi" dengan "nggapleki" yang kira2 artinya menyebalkan.
atau kata kata "gasik" dengan "mruput" yang artinya pagi-pagi buta.
ada lagi kata "bajigur" dengan "jasik" yang artinya? hmm...ya kata2 umpatan lah. (pdhl bajigur makna aslinya adalah minuman khas jogja)
tapi yg lucu adalah kata penegasan "pokokmen" yg sering org jogja ucap dengan "poko'e" jawatimuran . itu yg buat saya tertawa.
kok bisa ya kata kelamin "men" tiba2 aja disandarkan ke kata dasar "pokok". akarnya bagaimana, ada sejarahnya tidak? (he3 siapa mau neliti ini?).
well...saya rasa bahasa-bahasa dialog seperti ini memang membuat colouring our days. it makes our life so colorfull..