Well, pemirsah..(follower saya yang tidak seberapa) jumpa lagi dengan saya, Batman!
(dalam hati mengutuk diri sendiri, “aku adalah orang yang selalu gagal mengawali tulisan dengan baik dan mempesona” *meremas-remas puluhan kertas*).
Hari kedua adalah hari H which is the event held. Karena acaranya sore hari, maka team punya banyak waktu buat prepare ini itu. Okke, bagian oh-so-boring ini kita skip saja.
Acaranya berlangsung aman terkendali, sesuai dengan ekspektasi. Tamu-tamunya yang datang melebihi setengah dari perkiraan. Saya yang tadinya mau foto bareng sama Mba Nurul Izzah (yang mondar-mandir di depan saya terus, saya yang terus ngglibet di dekat dia untuk capturing moment buat dokumentasi) akhirnya jadi gak bisa foto bareng, saking banyaknya tamu. (coret lagi, saking gak pedenya dengan tinggi badan).
You want me to describe her? These following words maybe appropriate: Nurul Izzah tuh cantik yang banget, banget, banget. Her make-up was just not too much (and still pretty), not too much wearing hijab (gak seperti seleb di metropol kita yang gonjreng dan hebring urusan ginian) and ramah yang not too much (it takes 60% only from 100% dari hospitality nya mbak-mbak pramugari Garuda), but still nice. Oh yes, and smart!.
Sebeneranya, masih ada beberapa narasumber lain yang wellknown juga. Tapi semuanya kayaknya kedistract ama auranya wanita ini.
Nurul Izzah |
-----------------------------
Morning, #Day 3
Masih menahan ngantuk, team preparing acara interview para tamu ini. Setelah dirasa cukup cek sana-sini, barulah kita menunggu di luar.
The interview (live and record) was just running well.
Toast..! (dalam hati).
*ngibrit ke Chinatown*
Di sini, kalo teman-teman emang mau belanja grosir bisa kok, pake rupiah juga bisa. Karena selain penjualnya S’porean, Indonesian juga ada. Oiya, masih bisa di tawar, hajar aja blah-bleh. Terutama kalau belanja banyak (3 atau 5 biji termasuk banyak ya?).
Dan as I know, dibandingkan di Musthafa Center, Chinatown lebih gak menyita waktu kita untuk cari oleh-oleh. Jalannya semacam blok-blok, di sebelah kanan-kiri penjual khusus oleh-oleh (T-shirt, souvenirs, key chain, and all the things signing SG). Blok khusus jual makanan juga ada, so tak usah risau akan bahaya kelaparan melanda di tengah waktu shopping. Tapi harganya juga lumayan (dibandingkan warteg di Jkt). Kalau maennya ke sini sama teman, berhematlah dengan membagi makanan berdua (ini yang sering aku lakukan). Yah itung-itung dermawan dan mengurangi krisis beras #apaseh?.
Bagi yang Moslem, ada masjid di kompleks china town ini, juga ada klenteng (yang melambai-lambai ingin di foto). Nah kalau masih ada sisa nyali untuk tawar-menawar sejahat Ibu tiri di sinetron, bisa dilanjutkan ke pasar depan klentheng ini (chinatown complex). Di sini barang-barangnya variatif dibandingkan blok-blok yang aku ceritakan tadi. Ada cheong-sam, baju buat emak-emak, anak kecil, dompet, peralatan make-up, asesoris handphone, sampe ke sayur-mayur. Yah you can called it by Psr senen lah komplitnya. Karena beratap, jadi gak perlu lah kalian menyenandungkan lagu Gerah ahhh…ahhh-nya Sm*sh just like I did in the shopping block before. Gak sumpek juga tempatnya, longgar.
panduan arah di shelter bus |
Tips: Sepanjang survey cari bahan T-shirt yang agak bagusan, mungkin merk Mr.Merlion bisa aku rekomendasiin. Just fyi aja sih. Kalau kehabisan duit dollar, jangan gundah. Kalian bisa nyamperin salah satu spot toko yang juga nawarin money changer.
Dan setelah acara menguras-kantong-ini, kami singgah ke rumah sahabat kami di sana. Menyeret travel bag seperti hamba sahaya di jalanan S’pore yang penuh dengan manusia fashionable, it was just like: like-I-care?-I’m-a-Tourist-leh (budget tourist).
Karena masih “agak buta” membaca arah di papan shelter bus, kami mempelajari dengan seksama street mana dan bus nomer berapa yang harus kita ambil. Mungkin bawaan kami menarik perhatian para penunggu bus yang lain, seorang lelaki bertanya kepada kami hendak kemana (ke hatimuuuu pak, bapaknya too old).
“Mau ke mana dek?” Bapaknya nanya sopan ke kami (subtitle on).
Sisi hatiku yang lain menaruh curiga, waspada perlu juga kan ya? Jangan lengah seperti kejadian aku nyasar ke terminal Madiun kapan tahun itu. Ditanyain sama bapak-bapak model sopan kayak gini. Ujungnya doski nawarin tiket, which is baru sadar sekonyong-konyoing koder-setelah tiket terbeli-kalau doski itu calo.
Kami jawab “ke jalan cinta, gang asmara Pak”.
“Oh. Yaudah kamu ambil busnya jangan di sini, di sono noh, nyebrang dulu”.
Si Bapak memberi saran sambil tetap ramah. God…, kupikir dia calo (waspada perlu atau too much negative thinking sih kamu kim?)
Kamipun berjalan ke shelter sesuai anjuran si Bapak tadi (dan oh tentu saja dengan travel bag dan belanjaan tadi yang kelihatan seperti baru saja datang ke SG mencari pekerjaan *mo bilang seperti orang habis diusir kok terlalu nista ya?* ).
Peluk bus unyu ini |
If you’re not really sure with the direction, you need to ask the driver where you wanna go (sopir-sopir ini ramah, ngejawab semua pertanyaan penumpang-penumpang yang bingung macam kami sebelum bus melaju *ini yang ramah ya, kalo yang gak ramah juga ada, cepet-cepet turunlah dari bus, sebelum pintunya ditutup).
Thing that I like much from SG is their transportation system. SG services the people with best utilities in town, besides we all knew obviously SG is a small country. Nilai drivers SG ini semacam jomplanglah kalau keinget Jakarta dan sopir metro mini yang ngebutnya naudzubillah, kecoa matipun kurasa bakal hidup kembali mengalami hentakan dan kebut-kebutan angkutan yang satu ini.
And you know what, Finally we’ve arrived at the destination. Here’s the photo inside the bus.
Kayaknya nih mereka lagi pedekate |
Well, begitulah..
Hari ke 3 malam kami buat saving the battery. Besok Dora the Explorer akan beraksi kembali! (Jadi, ini Batman atau Dora sik?).
--Kimmi--