Try to search for The Things?

October 31, 2013

JADI, SITU MASIH LAJANG?


“Terus kenapa emang kalo umur segini-ini kita masih lajang?” – a friend of mine talks to the life.


Selain digunakan sesuai lima fungsi normalnya, saya kok agak skeptis menilai panca indera manusia yang ke enam. Jangan-jangan selain melihat roh halus, juga bisa mendeteksi secara tak kasat mata siapa belum punya pacar, siapa belum bisa menikah, dan siapa yang masih lajang?. Manusia itu makhluk paling kepo memang, terutama ketika Bulan Haji tiba.

Pertanyaan yang paling sering dilontarkan manusia kepo adalah tanya kabar. Jangan keburu senang, ini pertanyaan pancingan yang akan dilanjutkan dengan ledekan maksimal. Jangan terburu nafsu untuk membantai dengan jawaban berbau emosi. Tahan dulu, atur permainan. Karena sebenarnya ini adalah bagian dari cobaan terberat kaum lajang.

“Elu apa kabar? Bulan Haji banyak yang nikah lho #FYI aja”.

“Eh gue kabarnya baik kok, sangat baik. Bahkan gue kemarin habis kondangan sepuluh kali berturut-turut”.

“Ya ampun, elu yang sabar ya” (*jangan percaya, apalagi terharu, gak perlu dibalas. Dibalik kalimat sok perhatian ini, pasti teman kamu disana ngetawain kamu habis-habisan).

“Iya, siapa lagi yang mau nikah sini, amplop gue masih sisa-sisa”.

Kalau cuma urusan balas membalas sebenarnya kaum lajang masih bisa lebih keji. Tapi seperti biasa, pilihan menjadi lebih classy dan elegan itu adalah keharusan. Satu hal lagi, sering berbicara dengan sesama lajang itu memberi kita banyak option jawaban. Seperti berbagi dunia istilahnya. Teman saya adalah tempat sampah saya yang sejati. Kami berbagi dunia ngehek bersama-sama. Kami mengomentari lelaki A-Z, tipikal cowok A-Z, perilaku menyimpang kaum adam dari A-Z, bebas tak terkendali, tanpa halangan.

Kami membicarakan hal-hal terpenting dalam hidup (versi kami). Biasanya pembicaraan malam selepas kerja dimulai dari bola, berat badan, isu korupsi, politik 2014 (yang ini jangan percaya, cuma pengalihan saja. Haha) sampai urusan rumah tangga (nanti kalau udah nemu pasangan). We talked and talked a lot, sampai saya tahu bahwa teman saya ini hidupnya dua level lebih enjoy menikmati hidup di atas saya (dengan melajang tentunya). Padahal umur dia lebih tua dibanding saya. (Eits, apakah saya baru saja bilang vocab yang paling mainstream? T-U-A). Kita akhirnya bilang “age doesn’t matter, as long as we’re happy, so what’s the matter then?”.

Tapi kan perempuan, tapi kan...
Ya..ya...saya mengerti.

We know that, we deeply understand that we have to deliver baby, we need to laying our days by spouse, we have to..we have to blah blah blah… Tapi apa iya kita menikah cuma buat melengkapi hidup? Kok kayak-kayak hidup kita miserable banget tanpa pasangan. Apa iya kita menikah karna mendidih kepanasan gegara teman sebaya rame-rame nikah di Bulan Haji?. Kok kayaknya engga gitu juga kali ya. Apa iya kita menikah karena udah target di umur sekian kudu menikah? Kok tega sih meng-alarm hidup kita sendiri cuma buat urusan dapetin pasangan.

Ya maksud saya namanya lajang, pastilah ada usahanya. Menurut L? H-e-l-l-o!  apa tampang kita gak ada usahanya gitu?. Jangan salah, kita udah kenyang gebet sana-sini Hahaha. Kita juga udah kenyang membuat mantan ngemis-ngemis minta balikan lagi ke kita. Kita juga udah sering jadi pion-pion orang tua kita buat diketemuin sama anak si A, anak si B. Apa namanya coba kalau usaha kita masih belum ada jalan yang terang?. Apa cobaaaaaa???

Yang Punya Alam Semesta masih belum ngijinin. Udah sih, gitu aja repot amat. Urusan manusia-manusia kepo sama nyinyir yang saling bersahutan, anggep ajalah ada yang nawarin panci kredit. Tinggal tutup pintu, Jebret! Ahay! Selesai Pemirsa!.

Dari sini saya menyadari, hidup seimbang itu memang perlu. Saat ini kita mungkin dikasih waktu banyak bersahabat dengan teman-teman gokil kita dulu. Lain waktu, kalau sudah menikah  siapa tahu kita tidak punya waktu berhaha-hihi dengan sahabat kita. Siapa tahu kita disibukkan dengan urusan ganti popok bayi daripada ngeladenin curhatan sahabat di pagi buta. Siapa tahu kita gak bisa rock and roll kayak gini lagi. 

Marriage is only the occasion; the matter is how to permeate your life with whom next to you right now. We don’t ever know whom we’ll end up with.


--Kim--

PS: Ditulis untuk ikutan lomba curhat di penerbit. Uda ngirimnya telat, ga lolos pun. Hihihi they just don't meet the soul of my curcol. (Sombong!)


6 comments:

SYM said...

Postingannya rock banget kim! Skakmat!!!

Yayack Faqih said...
This comment has been removed by the author.
Yayack Faqih said...

pertanyaan yg kerap kali nyangkut di telinga saya, kadang2 sya punya jawaban yg udah lama sya simpen hahaaa entar, doain aja dulu hehe

Yayack Faqih said...

pertanyaan yg kerap kali nyangkut di telinga saya, kadang2 sya punya jawaban yg udah lama sya simpen hahaaa entar, doain aja dulu hehe

Rozali said...

Keren abis. Kecuali satu hal: permeate. Ini kuno!

Bagus said...

Lajang....lanjang... Jangan sampe kelajangan lapuk karena enggan memahami kebutuhan biologis (regenerasi anda, mbak kim)....

Follow