Try to search for The Things?

May 05, 2014

Bicara Soal Bonus Demografi Indonesia


India dan Indonesia sekarang sudah menjadi negara yang tidak hanya disebut emerging country, namun juga pengendali dunia. Bukan hal yang melangit jika dikatakan demikian. Asia tengah muncul perlahan, dan tiga negara di dalamnya yaitu Tiongkok, India dan Indonesia benar-benar sedang dilihat dengan mata elang oleh negara-negara lain. Ini seperti yang sudah diungkapkan pakar ekonomi dari Lee Kuan Yew School of Public Policy, Kishore Mahbubani di surat kabar nasional dan media asing berbasis di Praha. Opininya memperhitungkan dengan logis bahwa Tiongkok, India dan Indonesia akan menjadi penentu dunia dalam ekonomi global.

Adalah wajar bagi Kishore untuk melihat potensi di balik tiga negara yang dihuni oleh lebih dari sepertiga populasi dunia ini. Indonesia dan India tengah menunggu sebuah proses akhir dalam menentukan siapa pemimpin negara ini lima tahun ke depan. Narendra Modi, kandidat terkuat PM India yang digadang-gadang melengserkan Nehruvian (sebutan untuk klan Nehru) di sejumlah televisi dan media mengulang pernyataannya “…..My real thought is - Pehle shauchalaya, phir devalaya' (temple first, toilet later)”.

Modi, seorang pemimpin yang pragmatis berani memberi kesimpulan. Ketegasan serta fokus pada prioritas adalah kunci penting untuk membangun sebuah negara. NDTV and Hansa Research dalam memandu pemilih muda di perkotaan mendapatkan 51% suara untuk Modi dan 19% tidak memengaruhi suara mereka. Merupakan angka yang menjanjikan sementara kampanye Modi yang sederhana dan mudah ditangkap oleh masyarakat ini yang perlu diduplikasi.

Kebutuhan utama rakyat yang harus terpenuhi adalah kesejahteraan. Perilaku masyarakat kemudian akan bergantung pada bagaimana taraf hidup sejahtera yang dienyam oleh mereka. Ini yang menuntun pada identitas masyarakat untuk terus memilih maju atau tertinggal. Kesejahteraan adalah isu penting yang harus segera diprioritaskan baik di  India dan Indonesia.

Masalah infrastruktur, kurangnya pasokan energi dan ketergantungan pada impor minyak, inflasi, dan kemiskinan yang ekstrim adalah masalah utama India. Tidak hendak mengatakan kita sudah terbebas dari permasalahan tersebut, tapi kita melihat bahwa kesamaan India dan Indonesia saat ini adalah bonus demografi besar-besaran. Ketika India sedang melampaui populasi Tiongkok atau setara dengan empat kali lipat populasi Brazil dan Rusia, Indonesia dipasok dengan jumlah masyarakat di usia produktif di bawah atau di atas 15-65 tahun selama minimal dua puluh empat tahun, yakni tahun 2012-2035.

Jika Daniel M.Rosyid di opini Jawa Pos (22/3) menyebut bahwa bonus demografi menjadi pasif itu bukan karena disandarkan kepada jumlah penduduk dan mutu sumber daya manusia, melainkan daya dukung lingkungan, pendekatan schooling versus learning serta deschooling dan home-making. Saya ingin menggarisbawahi bahwa daya dukung lingkungan juga berarti pada pemberian kesempatan yang seluas-luasnya bagi anak muda untuk berkarya. Terutama dalam hal pembangunan daerah.

Dalam Jawa Pos (29/4) disinggung bahwa sustainability award adalah penilaian terbaru dalam menyongsong Otonomi Awards 2014. Penghargaan khusus untuk mengapresiasi kabupaten/kota yang konsisten membuat terobosan dan berkesinambungan dalam menjaga program dan kebijakan yang telah dijalankan. Sepertinya nanti akan perlu ditunjang beberapa penilaian yang unik menyangkut peran serta pemuda dalam pemerintahan. Indikatornya bisa bermacam-macam, bisa melalui seberapa banyak putra daerah yang dirangkul pemerintah untuk kembali ke daerah dan memajukan daerahnya masing-masing. Banyuwangi bulan lalu diganjar Government Awards sebagai salah satu di antara sepuluh kabupaten terbaik di Indonesia tahun 2014. Pemerintahnya mendukung kemajuan industri kreatif berbasis pariwisata lokal yang juga melibatkan pemuda daerah.

Tentu saja saat ini kita berharap semoga pemuda-pemuda yang terpilih menjadi wakil rakyat, atau yang telah menjadi gubernur, bupati, dan menjajal menjadi lurah adalah benar-benar membawa amanah yang baik, bukan semata hanya ‘estafet sambil lalu’ dari pendahulunya, dan tidak untuk memperpanjang kekuasaan bayangan. Jika demikian, akan sangat disayangkan. Padahal kita meyakini pola kepemimpinan baru yang dibawa semangat pemuda akan memperbaiki kehidupan warga negara.

Alangkah membanggakan jika kelak pemuda potensial yang sedang berkelana keluar kemudian hari kembali ke daerah masing-masing dan mau membangun kampung halamannya. Butuh jiwa-jiwa segar dan gagasan penuh gairah untuk memulai membangun daerah. Industri kreatif seperti seni pertunjukan, desain, arsitektur, fashion, kerajinan, desa wisata adalah potensi utama daerah yang bisa berdampak ekonomi pada masyarakat. Pemerintah kabupaten/kota juga tak pantas jika menutup pintu bagi pemuda yang ingin berkarya. Semakin gencar mengajak putra daerah untuk kembali ke asalnya, semakin tidak membuat lama laju kesejahteraan masyarakat. Dengan mengoptimalkan potensi pemuda yang sedang memiliki daya kerja yang maksimal, akan mudah membuat perubahan di masing-masing daerah. John F Kennedy pernah berpetuah "The future promise of any nation can be directly measured by the present prospects of its youth."

Dibutuhkan hanya sepuluh pemuda untuk mengguncang dunia, begitu ujar founding father kita. Mengapa harus risau? Mengapa harus berkelana tak kembali? melancong kembali ke tempat muasal akan menjadi pemerataan bonus demografi Indonesia. Pemerintah dan siapapun yang terpilih menjadi presiden nanti harus cakap dalam merangkul kaum muda untuk membantu pembangunan bangsa. Bonus, layaknya kesempatan, tidak datang dua kali.


Pingin sharing pendapat.
--Kim

No comments:

Follow