Aku begitu antusias menyambut akhir pekan. Tak hanya makna libur yang melekat padanya, bagiku akhir pekan bisa menjadi lebih dari sekedar ‘libur’. Sabtu dan Minggu kupilih untuk menjelajah. Apa saja, asal ada pengalaman yang bisa aku tangkap dan mampu aku ceritakan kembali. Kurasa ini luar biasa menggairahkan daripada hanya ngulet-ngulet gak jelas di atas kasur kamar kos.
Aroma ritual ‘menjelajah’ku seringkali tercium santer jika sudah sampai hari Jumat. Biasanya aku sudah sibuk menyeriusi layar komputer, memicingkan mata lewat google maps, atau kemudian kasak-kusuk di communicator engine dengan tetangga sebelah. Seluruh organ tubuhku sudah mulai merasakan adrenaline naik turun, hanya sekedar membayangkan akan seperti apa jadinya ‘petualangan’ku besok.
Tak sabar rasanya!
Hari Sabtu kemarin aku pergi ke salah satu Jakarta Markets Treasure, pusat hampers dan basket dari rotan yang terletak di bawah Stasiun Cikini. Aku memang berniat membeli tempat bernaung yang nyaman untuk tempat buku-buku dan majalahku yang berserakan di kamar kos. Indeed, aku memang pecinta box dari material apapun.
Setelah browsing untuk mengumpulkan informasi tentang pusat rotan di Jakarta (yang juga bisa ditemui di Jl. Tebet Raya), kurasa Stasiun Cikinilah adalah destinasi yang mudah kudapat dibandingkan Jl.Tebet Raya. Berbekal informasi angkutan yang sudah dijelasin dari mbak-mbak di kantorku, (ya angkutan di Jakarta memang menjadi musuh utamaku yang wajib diwaspadai dan ditaklukkan) aku berkesimpulan bahwa perjalananku kali ini tidak akan mengalami aral besar. Ohiya, aku juga mengajak serta kawanku untuk bergabung dalam acara ‘penjelajahan’ ini (dan dia tergoda akan rayuanku). Namun kawanku berjanji akan menjumpaiku di Stasiun Cikini.
Nomor angkutan yang sudah kuhafal jauh-jauh hari untuk menuju tempat yang jamak disebut juga pusat penjual hantaran pernikahan ternyata gak nongol-nongol. Wah batinku mulai bereaksi “ini nih yang ditunggu-tunggu, aral dan rintangan” *sedikit lebay*. Akhirnya aku harus mengambil alternatif angkutan lain yang menurut bapak kenek-nya :
“Untuk mencapai tempat yang kau tuju nak, kamu harus ambil dua kali angkutan, paham kau nak?”.
“Paham Pak”. Jawabku sekenanya dalam hati.
“Tapi jika kau memang berniat naik kereta, kau bisa kuturunkan di Gondangdia, tak harus ke Cikini”.
“oh, okelah Pak”. Jawabku ragu-ragu.
Akhirnya aku dan beberapa penumpang lain yang ingin melanjutkan naik kereta diturunkan sama abang kenek di Stasiun Gondangdia. Aku yang tak tahu kemana harus naik KRL dan membeli karcis, hanya mengikuti mereka saja. Demi Tuhan, aku sebenarnya ingin berlama-lama menyusuri lantai dasar ini, memotret, mengamati pelan-pelan para pedagang di sini. Tapi karena kondisi belum secure, kuurungkan saja niat ini, mungkin lain kali.
Jadi, inilah kali pertama saya naik KRL Jakarta. And I said wow, I love to come in again some day. Lain kesempatan saya tak akan ragu untuk naik KRL menuju Bogor, dan melanjutkan wisata alam ke Citarik, kawasan Sukabumi (salah satu kawan yang bekerja di adventure mengundang saya untuk ke sana).
Setiba di stasiun Cikini, saya menjumpai kawan yang lebih dulu tiba. Dan kami pun menyusuri lantai dasar Stasiun Cikini untuk segera berburu rotan. Tempat ini benar-benar surga, kalian bisa memilih rotan dengan bentuk apapun dan juga tawarlah sekejam (dan sesopan) mungkin, saya jamin pasti dapat. Disamping saya ada sepasang bule yang sedang mencari-cari rotan untuk tempat bekal piknik. Curi-curi dengar, Mr.Bule bilang rotan tersebut bagus, dengan harga yang miring (dibandingkan dengan mall). Ya iyalah Mister!.
Lucu-lucu kan rotannya? |
Maka sepasang suami-istri bule tersebut akhirnya mendapatkan rotan sesuai dengan harapannya. Aku yang tak sedikitpun hilang antusiasmenya sibuk mencari-cari lagi rotan yang kumaksud. Voila, aku mendapatkan rotan berukuran segi empat yang kira-kira cukup untung menampung 20-an buku. Barang sudah didapat, kami memutuskan untuk makan siang (menjelang sore) di warung Padang yang ada di pojok Pasar Cikini. Oke, awalnya aku ragu untuk masuk karena selain warungnya kurang meyakinkan. Sepertinya akan ada kegerahan tersendiri makan sambil berdesak-desakan dengan orang lain yang duduk disamping kita. Aku abaikan pertanyaan sekelebat itu, langsung masuk saja. Toh nikmat juga, kapan lagi merasakan ini?. Setelah kenyang, aku dan kawanku berpisah arah, aku melanjutkan mencari kopaja menuju Kuningan, dan Ia akan ke Depok naik KRL lagi. We both promises someday take the hols (Sat-Sunday) to go to Sukabumi.
Perjalanan seperti yang aku alami di sini mungkin bagi sebagian orang adalah lumrah, tapi apa yang aku peroleh melebihi dari kelumrahan itu sendiri. Jakarta, tak harus aku pergi ke mall untuk menghabiskan akhir pekan, tak harus makan di warung franchise Amerika, tak harus menumpang taksi untuk kemana-mana. Masih banyak tempat lain yang terjangkau oleh uang kita untuk bisa dinikmati lebih ‘mewah’ lagi.
Merasakan perjalanan yang sebelumnya kamu tidak tahu ‘bagaimana nanti’ memang harus dinikmati. Tak boleh dikeluhi. Kalau mengeluh saja, hope you’ll find something but nothing kan?. Kurasa seperti itulah jejak kita ke depan nanti. Lupakan keluh kesah, lupakan hasil akhir, tapi nikmatilah perjalananmu, your definitely journey; Life.
--Kim--
No comments:
Post a Comment