Baru-baru ini teman ngasih saran buat nonton "Thank You for Smoking", nah didengar dari judulnya saja udah bikin penasaran, nyalahi pakem. Sehari kemudian, saya baca Creative Junkies Yoris Sebastian, judul film ini dijadikan contoh bagian dari hasil kreatif. Sehari setelahnya, satu lagi teman di Kuala Lumpur bilang juga kalau film ini mutlak ditonton. Okay, well weekend gagal ke Bogor, akhirnya buat marathon film sajalah.
Ternyata yang maen jadi Nick Naylor itu si Aaron Eckhart. Mula-mula cerita ditonjolkan sosok Nick yang kerap 'memenangkan' argumen dengan pihak lawan di sebuah acara talk show membahas dampak rokok terhadap anak-anak. Ia menang gara-gara menyatakan kalau lembaganya akan mengucurkan dana 50 ribu dolar untuk mengkampanyekan "no cigarette for children", which silently it's message of course will increase the demand market of cigarette and the good image of corporate as well. Pekerjaan Nick adalah seorang lobbyist mewakili Academy of Tobacco Studies (ATS), sebuah lembaga penelitian yang memiliki concern terhadap perkembangan rokok di Amerika. Lembaga yang pasti dibenci oleh semua environmentalist dan anggota parlemen yang tidak sepakat dengan kebaikan-apapun-yang-datang-dari-rokok. Lembaga yang berdiri dan pasti dibiayai oleh taipan rokok terbesar di Amerika. Lembaga yang berusaha ngasih kesan "baik-baik saja" terhadap dampak rokok pada kesehatan manusia. A cigarette will be a cigarette!.
Dalam sebuah rapat di ATS yang menyoal tentang upaya pendongkrakan image rokok di masyarakat, ide-ide Nick yang keluar sangat brilian. Ia mencontohkan, sudah banyak Hollywood memasukkan unsur rokok di film-filmnya. Adegan saat Forrest Gump menghisap dalam-dalam rokoknya dan mengeluarkan asap dengan membawa kotak coklat, lalu saat Hugh Grant medapatkan kembali cinta Julia Roberts di Notting Hill dengan membelikan dia Virginia Slim, dan contoh-contoh lain betapa Hollywood membawa kesan cigarettes are cool, elegant, and available and addictive. "Most of actors smoke already!".
Suatu hari, karena ide briliannya, Nick dipanggil si taipan rokok. Tentu saja undangan dibarengi dengan lavish service, a private Boeing plane, a luxury hotel, a 'white' special trip etc, sebuah keuntungan seorang lobbyist pada siapa bekerja dan apa yang dia kerjakan. Pekerjaannya memang sangat berisiko, termasuk berdampak pada pernikahannya yang tidak bisa dipertahankan. Namun sebagai ayah, ia ingin anaknya Joey tidak melihat ia sebagai "ayah pro-rokok yang tak berperasaan pada perkembangan anaknya", namun lebih melihat pada job seorang pelobi. Ia, tak jarang juga mengajak Joey untuk business trip bersamanya, juga mengajarkan Joey untuk bisa membedakan mana argumen, dan mana negosiasi, hal esensi yang dimiliki pelobi. Bagaimana menghandle juru warta, bagaimana mengendalikan diri pada sebuah talk show, bagaimana berpendapat di sebuah rapat dengar dengan Parlemen, dan bagaimana tentunya melobi agar target tercapai. Tapi naas, Nick bisa juga ceroboh dan termakan omongannya. Ia masuk perangkap Heather Holloway (Katie Holmes), seorang wartawan Washington Post. News about Nick appears in leading newspaper and harms his position, as a father, as a lobbyist, as a Vice President of ATS. Everything soon gonna be crashing down. Best thing he has Joey, who comes and says that he's a best father ever.
Bangkitlah Nick ke permukaan, setelah rapat dengar dengan parlemen, ia berbicara lantang kepada pers bahwa apa yang terjadi tidak lebih karena ulah jebakan seorang wartawan "an Irish blue eyes, a junior journalist of Washington Post, who fucks me to get the advantages of me, and so deliver the news for you". Matilah itu si Heather! Wah ini adegan mati kutu seorang si Kat yang sangat keren menurut saya. Well, the last, setelah menimbang dan melihat tanggung jawab moralnya kepada anak, ia akhirnya keluar dari ATS dan bekerja sebagai trainer khusus untuk pengembangan softskill.
Nick Taylor said: Ini semua gara-gara si wartawan cantik itu! :D |
Film ini asik, plotnya berliku dan memberikan banyak fokus pada perkembangan rokok di Amerika, lebih ke pesan-pesan yang siapapun bebas menafsirkannya sih. Dialog-dialognya men!, saya harus sedikit-sedikit pause akibat menganalisa maksud kiasan yang dilontarkan. Contohnya saat anggota Perlemen (William H Macy, yang mukanya lucu, maen di Pleasantville) kesel banget sama Nick bilang "he should have a lil' pet goldfish and he carries around in a ziplock bag; hopeless". Finisterre! (end of the earth). Atau saat wawancara, Heather bilang: "Cigarette for homeless, we'll call them hobos, oh that's awful! Any better than sector sixes?". My other interviews have pinned you as a mass murderer, blood sucker, pimp, profiteer and my personal favorite, yuppie Mephistopheles. Yah begitulah, saya harus pause, dan mencatat di notes saya sebentar-sebentar. Film garapan Jason Reitmen ini diambil dari novel dengan judul yang sama karya Christopher Buckley. No wonder sih saya (dialognya banyak yang bagus), kalau novelnya aja laris, pun dengan filmnya. Mau gak mau kita pasti pengen liat visualisasinya setelah membaca habis novelnya, meski pada akhirnya hanya akan ada jawaban a) gak sesuai dengan bayangan pembaca b) lumayan lah. Anyway, Hollywood never failed of anything guys.
Sampe saya bisa paham semua dialognya, baru deh saya kasih 8 buat film ini.
~Kim
No comments:
Post a Comment