"What are you having darling?"
"A main course and mineral water, and you?"
"Coffee, a black coffee"
Semenit setelah menyelesaikan order, kami berdua mulai dibuat sibuk dengan gadget di tangan. Kami, masing-masing mulai menelusuri ruang dan waktu yang berbeda, menjaring pikiran-pikiran yang terliar di luar sana, mencecah gambar-gambar penuh pesona, mendatangi tulisan-tulisan yang melambai-lambai penuh pikatan. Kami baru akan menghentikan aktifitas berselancar di dunia maya dan kembali ke alam "asal" ketika sang juru antar makan yang berambut ginger kekorea-koreaan itu datang menyajikan pesanan.
Layar besar di cafe ini menjadi distraksi kedua setelah seperangkat alat komunikasi digeletekkan di atas meja. Oh nampaknya sedang ada siaran pekan olahraga tingkat dunia. Lagi-lagi tidak ada komunikasi di antara kami, ya terang saja karena kami sibuk makan. Namun tetap sesekali menengok sepintas ke alert signs yang berkedip-kedip seperti menyimbolkan alat perbudakan komunikasi saya on running position. Another distraction.
Akhirnya mungkin kalian kira pertemuan ini tak ubahnya dua orang yang berjumpa dan bertemu raga namun jiwa sedang absen tidak hadir entah kemana. Malam ini, malam Ramadhan. Angin malam jelas tak baik bagi badan, namun tetap kami hela dan lawan demi bisa bersua. Ia datang ke Jakarta untuk bertemu saya. Namun rupanya perjumpaan dua orang secara fisik tak menjamin keduanya benar-benar "hadir" di tempat. Ah anak muda jaman sekarang.
Kami setidaknya sudah membicarakan "apa maumu-dan apa mauku", dengan berlembar-lembar tulisan yang berisi masalah dan solusi yang saya tawarkan. Ia memberi waktu longgar dengan menambahkan lembaran kertas lagi dan meninggalkan saya sementara untuk melihat konser band beraliran musik metal di seberang cafe. Dengan secangkir coklat hangat emosi saya bermain maut dengan apa yang ingin saya tuangkan. Kami memang tak sepakat dengan saling berbicara pada malam itu, karena hanya akan berujung dengan pernyataan terbuka sementara. Dengan menuliskan segala sesuatu yang dirasa, setidaknya tidak ada lagi obrolan yang mau menang sendiri saja. Berharap tidak ada lagi makna yang bias, karena percakapan kami yang tercipta sudah berupa cabang-cabang dari mapping yang saya bubuhkan di atas halaman satu hingga lima.
Aneh memang, tapi begitulah kami.
--Kimmi--
2 comments:
It's hard to understand what chemistry is too deep for the writing and style Kim you are creative at a busy are creative at a busy time you still have time to write Where else writings in else writings in november not write at all Congratulations kim ........
@aaazri: thanks for pass by this blog. come again later.. :)
Post a Comment