English Vinglish!
Film garapan Gauri Shinde ini muncul tiba-tiba menjadi pilihan saat penerbangan saya dari Surabaya ke Jakarta. Tapi belum sampai tamat, pesawat sudah mendarat. Baru semalamlah saya bisa nonton lagi sampai akhir. Seru, ringan, tersirat pelajaran berharga, dan kerasa drama komedi sekali film ini.
India adalah contoh negara demokrasi sekuler yang terkenal di Asia. Tentu saja bukan hanya penduduknya yang beragam dan berasal dari macam-macam ras, namun kesekulerannya itu juga mengilhami kultur dan kebiasaan yang dimiliki siapapun yang tinggal disana bisa melekat sejati ke dalam individu masing-masing. Katakanlah konvensional atau kuno jika memakai sari di tengah NY, namun bukankah sekarang banyak warganegara yang kehilangan 'jati dirinya' atau malu untuk menunjukkan sisi asli kenegaraannya?, seiring digerusnya nilai-nilai yang gampang dipengaruhi atau malah mempengaruhi?. India remains make them well. Mostly in their films making, mereka bangga menunjukkan kehindustaniannya, kepada siapa saja. What we did in our films?
Ehm! Mehdi Nebbou smoothlicious sekali ya? *iya |
Film ini berkisah tentang petualangan Sashi (Sri Devi) di New York, guna mendatangi dan turut jadi seksi sibuk di pernikahan keponakannya. Karenanya, ia datang sebulan lebih awal dari tanggal pernikahan. Sashi sempat gamang karena ia sama sekali tak bisa berbahasa Inggris. Tak jarang sebelumnya ia juga sering diejek oleh putri perempuannya yang jago Bahasa Inggris, atau sempat ter-underestimate oleh suaminya yang well educated. Sesampai di New York dengan selamat (dengan menghafal jawaban yang pasti ditanyakan petugas imigrasi), Sashi diajak berkeliling di area sekolah keponakannya Radha (Priya Anand). Kejadian yang membuat ia harus beradaptasi dengan Bahasa Inggris bermula dari insiden pesan kopinya di sebuah kedai. She's being embarrassing by people, but since back then, she try to manage herself to be well-talk in English. Ia dengan sembunyi-sembunyi menghabiskan harinya untuk mengikuti short course English. Scene by scene, bertemulah ia dengan teman kursusnya, si chef ganteng dari Prancis, Laurent (irressistable Mehdi Nebbou) yang jatuh cinta kepada Shashi (duh gak rela!), lalu kepedeannya memesan kopi dengan berbahasa Inggris yang benar dan tegas (seakan membalas insiden memalukan pertama kali ia pesan kopi), hingga suaminya yang terkaget-kaget karena Sashi bisa berbicara di depan para tamu undangan dengan bahasa Inggris dan pesan yang sempurna.
Film ini dibangun dengan alur yang tidak rumit, dialog-dialognya ceria dan tak berat diterima. Ada beberapa adegan yang lucu, termasuk ketika Laurent menirukan gaya orang India yang selalu menggoyang-goyangkan kepala saat berbicara, ada juga ketika Laurent dan Sashi sama-sama berbicara dengan bahasa ibu masing-masing. Bisa dibayangkan gak Sashi nyerocos dengan Bahasa Hindi-nya dan Laurent merespon dengan Bahasa Perancisnya? Kacau! tapi lucu! Disarankan sih pake subtitle supaya nontonnya aman. Klimaks di film ini juga tetap ada, yaitu saat Sashi merasa 'gak enak ati' sewaktu Laurent jujur ngungkapin ke seisi kelas kalau kehadirannya di short course itu in the name of Sashi. Aw aw! Oiya, jangan diskip lho ya bagian Sashi ampir jatuh di atap gedung, terus Laurent nangkep tubuhnya. Oh-so-India-bangeeeettt!. Trus ketika Sashi pulang ke rumah, seluruh keluarganya (suami dan anak-anaknya) kasih surprise kalau mereka udah tiba di NY. Walah..., campur aduk deh perasaannya. Apalagi pas hari-H Laadoo yang dibuatnya jatuh berantakan, sedangkan ia juga harus ikut final test. Tambah kocar-kacir deh itu bikin Laadoo-nya, eh perasaannya. Haha..
Film ini dibangun dengan alur yang tidak rumit, dialog-dialognya ceria dan tak berat diterima. Ada beberapa adegan yang lucu, termasuk ketika Laurent menirukan gaya orang India yang selalu menggoyang-goyangkan kepala saat berbicara, ada juga ketika Laurent dan Sashi sama-sama berbicara dengan bahasa ibu masing-masing. Bisa dibayangkan gak Sashi nyerocos dengan Bahasa Hindi-nya dan Laurent merespon dengan Bahasa Perancisnya? Kacau! tapi lucu! Disarankan sih pake subtitle supaya nontonnya aman. Klimaks di film ini juga tetap ada, yaitu saat Sashi merasa 'gak enak ati' sewaktu Laurent jujur ngungkapin ke seisi kelas kalau kehadirannya di short course itu in the name of Sashi. Aw aw! Oiya, jangan diskip lho ya bagian Sashi ampir jatuh di atap gedung, terus Laurent nangkep tubuhnya. Oh-so-India-bangeeeettt!. Trus ketika Sashi pulang ke rumah, seluruh keluarganya (suami dan anak-anaknya) kasih surprise kalau mereka udah tiba di NY. Walah..., campur aduk deh perasaannya. Apalagi pas hari-H Laadoo yang dibuatnya jatuh berantakan, sedangkan ia juga harus ikut final test. Tambah kocar-kacir deh itu bikin Laadoo-nya, eh perasaannya. Haha..
Semakin kuno dan 'ancient' semakin All-Star!, begitu mungkin penganut konvesionalis masa kini. Dan itu kesan yang saya tangkap dari Radha yang sudah lama menetap di New York. Dia masih menghargai budayanya, dan bahkan tak jarang berujar 'awesome' pada lagu-lagu tradisional/lama India yang dinilai membosankan oleh sepupu-sepupunya dari India. Kebanggaan memiliki darah asli Hindustan selalu tidak bisa dilepaskan di hampir setiap film Bollywood. Keluarga Radha yang meski bermenantu orang bule (oh, I hate actually mention the word "bule"!), malah menggelar upacara pernikahan dengan adat Hindu di kota NY. Everybody gets happy, fabulous, shine, and gives each other respect.
Pesan moral dalam film ini selain belajar bahasa asing itu penting, tanpa perlu menghilangkan keorisinalitasan 'jati diri' kita, adalah bagaimana melihat lagi companion dalam rumah tangga itu tidak sekedar hadir untuk 'menemani'. Sashi memang istri yang solehah (yak! pilihan kata saya uda alim gini?) yang hanya bisa buat Laadoo dan tak berpendidikan tinggi, namun tidak berarti suami atau anak-anaknya tidak bisa membangun rasa hormat terhadapnya meski Sashi tak bisa berbahasa Inggris kan?.
Dari 1/10 saya beri 7 untuk ini. Tambah 1 poin deh buat Mehdi Nebbou! ^_^
~Kim
2 comments:
hm, boleh juga kayanya. masukin ke list..
iya Hoed...gorjes Mehdi tak akan terlupa
Post a Comment