“Kehidupan ini seimbang, Tuan. Barangsiapa hanya memandang pada keceriannya saja, dia orang gila. Barangsiapa memandang pada penderitaannya saja, dia sakit
-Pramoedya Ananta Toer.
Dari sekian lara yang paling lara menurut versi banyak orang
adalah patah hati dan ditinggal oleh orang terkasih. Belum ada survei tentang
ini sih, Cak Lontong* juga merasa tidak pernah menemukan data patennya.
Tapi roman-romannya banyak orang yang sepakat. Demikian saya. Apalagi jika
ditambah dengan circumstances yang mendukung upaya lara itu di level paling
tinggi.
Ditinggal orang terkasih juga memiliki dua turunan, yang
ditinggal karena umur tidak panjang, dan ditinggal karena persoalan lain. Kawin
dengan pasangan lain mungkin. Ini masih mungkin loh.
Kalau sudah berada di turunan kedua, bagi seorang yang lahir di bulan September, ia akan mengalami fenomena melodramatic hypocondriacs. Apa itu? Jadi begini, misalnya si mantan kamu sudah menikah, dan kamu (yang berbintang Virgo) akan merasa "OMG, the world will end" atau terdengar "I'm gonna die". Semacam perasaan yang membangkitkan luka lara berlebihan.
Tentu saja ini hanya sebuah fase, terpedih dan terparah menurutnya. Ketika dilanda fenomena melodramatic hyphocondriacs, ia akan memberikan bookmark untuk kejadian yang menyita perhatiannya lebih. Di fase ini, ia mungkin saja melihat dunia memang berakhir, sekejap lebur seperti pasir. Ia juga bisa saja menempel seperti benalu pada orang-orang terdekatnya berharap mendapatkan belitan motivasi. Ia tentu dengan mudah saja menjelma menjadi makhluk paling produktif sedunia akherat. Sholatnya tiba-tiba jadi rajin, mulai dari wajib dan sunnah. Tulisannya pun semakin bernyawa (meski hanya berakhir di draft). Tak jarang, ia memilih hidup membiara. Haha masih ingat jaman artis sekaliber Reza Artamevia masuk infotainment dulu. Putus dari Adjie Massaid, lalu ia hidup membiara di pesantren. *oke ini skip saja* *ketauan anak jaman Cek and Ricek*.
Pertanyaannya adalah bagaimana fase selanjutnya?
Tentu, seperti halnya rasa sakit ia akan mengalami masa recovery. Mulai menemukan kembali jati dirinya yang hilang karena ulah perasaannya sendiri. Bebatan kesedihan yang menggurat sana-sini, mulai mengering. Ia jadi waras dan memakai logika yang ia kesampingkan sebelumnya. Di fase ini, ia lebih bersyukur karena masih diberi kesempatan berada di level paling bawah, lowest point. Ia menjadi manusia yang very weak and strong at the same time. Setidaknya ia tahu dua hal: mengekspresikan perasaan sesukanya adalah kelegaan dan menyembuhkannya adalah pendewasaan. Seimbang!
Saya kira Hayam Wuruk pun tak pernah merasa ingin menjadi lemah di depan Gajah Mada. Meski ia tahu bahwa upayanya 'melepaskan diri' dari patihnya adalah kesalahan. Keterkejutannya menerima kenyataan hanya membuatnya reaksinonis. Sangat sesat dan sesaat. Melankolisnya Hayam Wuruklah yang membuat gajah Mada 'kembali' menjadi patih. Ia sadar ia datang untuk mengimbangi. Ah begitulah hubungan dua manusia yang terus diingat oleh sejarah ini. Semua memang harus seimbang. Ada sedih dan senang, ada sabar dan grusa-grusu, ada temperamen dan kalem, ada menerima dan diterima.
seperti halnya menerima kenyataan tanpa tendensi. Apa ya istilah sifatnya? Ikhlas. Sungguhlah sulit. Saya teringat Hamka dalam puisi monumentalnya "Nikmat Hidup": hanya ada dua tempat bertanya, pertama Tuhan dan kedua hati. Seharusnya memang lebih bisa merawat hati, daripada hatinya orang lain. Seharusnya memang lebih gampang bertanya kepada Juragannya Alam Semesta tiap lima kali sehari, ketimbang mengumbar disana-sini. Sememangnya harus lebih tahu apa mau diri, ketimbang sok tahu orang lain. Ikhlas itu urusan hati (diri sendiri) yang legawa dengan kehendak Tuhan. Alangkah damainya hidup seseorang yang bisa memahami dirinya sendiri lebih baik daripada menyangka-nyangka orang lain dengan penilaian yang belum tentu absah.
Sekali-kali hidup penuh drama itu baik, jadi sadar kalau hidup ini terlalu lucu. Skenario Yang Punya Universe ini terlalu sempit kalau dilihat dari satu sisi mata uang saja.
You Only Live Once
--Kim
PS: *Cak Lontong adalah pelawak yang terkenal dengan lawakan ilmiah, silogismenya. Bercandanya selalu berdasarkan survei dan data. Manusia unik seperti ini sungguh berpahala banyak. Haha
Sebenarnya mau nulis yang agak melo sesuai judulnya, tapi mungkin masa itu sudah lewat. Sudah dilangkahi sama perasaan-perasaan yang lain, agar imbang. Tulisan ini rencana memang dibuat sampai tiga bagian. Seperti kata orang bijak, pandanglah suatu kejadian melalui banyak sudut.
No comments:
Post a Comment