Menceritakan tentang college era sama artinya dengan membuka kotak
pandora. Ada banyak benda yang bisa ditemukan dalam kotak itu. Umumnya Pandora yang
berasal dari Mitologi Yunani penuh dengan hal-hal yang menyakitkan, tidak
menyenangkan dan hal negatif lainnya. Hanya saja ternyata masih tetap menyimpan
satu benda kebaikan bernama harapan. Benda inilah yang kemudian ternyata (menurut
versi saya) menyimpan hal-hal yang membuat tertawa atau tersenyum, meski dalam massa
yang teramat kecil. Hal konyol, cerita membahagiakan, kesan pertama kali jatuh
cinta secara dewasa (kayak mana ya itu?), kebersamaan dengan kawan-kawan kos,
teman-teman kuliah, dan "perjalanan" itu sendiri. Ibarat kaset, empat
tahun memang tidak akan cukup jadi side A dan side B yang bisa diputar
bolak-balik sehari empat hari.
|
Pandora dan benda kecil kebaikan di dalamnya bernama: harapan |
There was a song that reminds me in
a random moment of college era:
(disclaimer: maaf cerita ini akan
sangat-sangat mengandung curcol dengan kadar yang berbeda-beda di tiap kalimat,
tidak ditulis dalam kondisi nangis bombay, melainkan kesadaran penuh disertai senyuman
sedikit getir, dan tidak disarankan mengkopi perasaan bagi yang tidak sengaja
ingin membaca).
Ini lagunya: Aku Mau - by Once (dengerinnya sewaktu hujan ya, hehe)
That song really bounce me in very deep moment. Mungkin bukan
lirik seutuhnya ya, (Ehm, saya memiliki cinta yang nyaris sempurna waktu itu),
lirik reff-nya saja boleh lah kalau dicocok-cocokkan dengan saya.
|
Heavy Rain |
Jadi ceritanya lagu itu membenamkan saya akan gerimis atau hujan
yang hampir mereda di area paving jalanan pulang kampusku menuju kos. Dia
menjemputku untuk sekedar makan siang ataupun melewatkan sore di teras kosanku.
Berjalan dari kampusnya di Jl.Demangan dan kampusku di Jl. Laksda Adisucipto
memang lumayan. Tapi karena berhati legawa dan berbunga-bunga, jarak itu bukan
masalah berarti. Ohiya, kami merasa sempurna juga meski tak memiliki kendaraan.
Padahal kota Yogya dikenal dengan kota wisata yang sarana transportasinya
buruk. Solusinya tidak lain ya bawa
transportasi sendiri!. Kami tidak memilikinya memang waktu itu.
Hal terkonyol yang pernah ada yaitu jalan kaki kami keliling
Jogja. Bertolak dari hotel Phoenix ke arah Gramedia pusat Yogya dengan berjalan
itu cukup capek ya. Siapa yang pernah coba?. Hehe aku dan pacar (ex-boyfriend
exactly) pernah melakukan hal gila tersebut. Dari Gramedia pusat kami berhenti
sebentar untuk mencari buku, dan tentu saja seporsi burger dan segelas
orange juice (yang rasanya persis sirup A*C itu) kita jadikan amunisi untuk
bisa berjalan lagi.
Sebenarnya sih kami mau-mau saja ambil taxi atau becaklah kalau
ada, tapi sepanjang jalan benar-benar tidak bisa kami jumpai. Ditambah lagi
perempatan depan Gramedia Pusat Yogya ini jalannya agak complicated dan
dilematis (ya ampun seperti hubunganku saja #curcoldetected). Jika kita dari
arah Tugu ingin menuju ke Jl. Laksda Adisucitpo maka lewat perempatan ini harus
berbelok ke arah kanan atau kiri, karena maju terus pantang mundur itu milik
Slank, hehe karena lurus terus itu adalah one way. Padahal jika diperbolehkan,
akan sangat dekat menuju Laksda Adisucipto melalui one way tersebut, tinggal lurus-lurus aja, gak perlu
belok kanan-kiri yang bikin jauhnya minta duit.
Karena kami pedestrian, bisa-bisa saja jalan terus. Trotoar di area RS Bethesda yang kami lewati sangat tidak nyaman, karena banyaknya pedagang kaki lima yang mengambil hak tempat pejalan kaki. Rupanya mendung semakin gelap. Ah kacau lagi, di depan adalah perempatan yang masih one way. Aturan mainnya meski kita dapat taxi/becak akan memilih belok kiri atau kanan untuk mencapai destinasi kami di Jl. Laksda Adisucipto. Kepalang tanggung, kami ngepos dulu di toko makanan di lampu merah. Sambil menunggu hujan reda, kami membeli makanan pengganjal perut dan one cup ice cream. Bayangkan betapa jauhnya jalan yang kami tempuh, kami tidak peduli.
Selepas hujan reda, kami melanjutkan jalan (sehat) di kawasan yang jamak disebut pertokoan Gardena Mall, nah jalan lurus saja akan kita temukan XXI, lalu sampailah di batas kota (Yogya dan Sleman) yang ditandai dengan gapura memayungi jalan. Di sini kami tertawa -tawa seakan mengisyaratkan mission accomplished. Muka kami terlihat letih, namun ada rasa yang lebih dari itu (rasa capek dan pegal di kaki iya!). Kami berpisah di Batas Kota (duh, lagu Batas Kotanya Tomy J.Pisa perlu diputer gak ini?), ia berbelok ke kiri menuju Jl. Demangan yang kurang lebih 700meter lagi, sedangkan aku berbelok ke kanan, dan menempuh tak lebih dari 500meter menuju kos. Total jalan (sehat) kami dari Hotel Phoenix menuju Jl.Laksda Adisucipto ternyata 9km. Gila!
Ohiya ada lagi yang cukup terekam dalam ingatan, yaitu jalanan
kosku menuju gedung pameran buku di Jl. Laksda Adisucipto yang selalu aku samperin ketika
pacar (ex-boyfriend ya sekarang) datang ke Yogya. Waktu itu dia belum mengambil
kuliah di kampus Jl. Demangan. Jadi dia menyempatkan datang menjumpaiku setiap
akhir bulan atau beberapa bulan sekali. Seru sekali rasanya jika saat-saat itu
datang. Rasa rindu yang sudah dikoleksi dengan menghitung hari-nya Mba
Krisdayanti dihamburkan sehari-dua hari dalam judul lagu Oh Bahagia-nya
Mbak Melly Goeslow. #halah.
Well, kurasa kadar curcolku sangat berlebihan. Segera minta diakhiri. Kotak Pandoraku yang berisi benda bernama harapan memang banyak
menyimpan kenangan. Harapan memang selalu datang lalu pergi tanpa pamit. Benda itu
yang aku gunakan untuk melindungi diri dari benda-benda jahat lainnya di dalam kotak tersebut.
Dengan harapan (yang listnya kusimpan rapi di ingatan) menjadikanku orang yang
legawa, selegawa aku dan kondisiku dahulu ketika menjalani kurun waktu lima tahun
LDR bersamanya. Aku memang dulu bahagia bersamanya. dulu.
See You Hopes!
--Kim--